Terbentur, terbentur, Terbentuk


             Odi namanya, usianya baru beranjak 17 tahun. Sore kemarin dia baru saja merayakan hari ulang tahunnya. Dengan acara yang sederhana dengan konsep syukuran berupa makan-makan dirumah Odi yang juga dihadiri oleh teman-teman serta beberapa kerabat Odi. Sepeti perayaan ulang tahun remaja zaman sekarang pada umumnya, hari itu diakhiri dengan ceplok telur dan baluran tepung untuk Odi.
Ya, setelah itu hari-hari Odi seperti biasa, pulang sekolah tidak langsung pulang melainkan menghabiskan waktunya untuk nongkrong terlebih dahulu bersama kawan-kawannya. Bahkan terkadang tidak jarang pun waktu yang dihabiskan bersama teman-temannya lebih banyak ketimbang dirumah bahkan untuk sekedar membantu sang ibu yang memang tidak bekerja dirumah. Ibu memiliki usia yang tidak muda lagi, namun usia yang dimiliki tidak relatable dengan sikap energik dan kesehariannya. Ibu berjiwa sangat muda, bahkan tak heran Ibu bisa dengan mudah dekat dengan anak-anak remaja seusia Odi. Keseharian Ibu pun tidak jauh dari Odi yang suka kongkow bersama teman-temannya re: geng-nya. Memang benar bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya, bahkan Odi mengetahui S*ven El*ven dari sang Ibu.
Tapi ada hal membedakan antara Odi dan sang Ibu, yaitu jiwa religius yang dibawa sang Ibu sulit menular untuk Odi. Ya, Ibu memang sangat lengkap, Ibu tidak pernah meninggalkan solat dhuha dan solat tahajjud. Bahkan sunnah pun juga tak pernah terlewat meskipun sedang berada di mall atau tempat-tempat lain diluar rumah. Tidak sampai disitu, Ibu juga selalu menjalankan puasa Nabi Daud dengan rajin, meskipun banyak kegiatan diluar sana. Bagi Ibu itu semua adalah amalan andalan yang dapat membantu ketika di akhirat kelak. Dari situ dapat diambil kesimpulan dan nasehat dari sang Ibu bahwa ketika akan melakukan suatu amalan, jangan terlalu berpikir dampak yang ditimbulkan apalagi dari sisi diri atau psikologis. Hal yang membuat kita berat dalam beribadah atau dalam mengerjakan hal lain adalah over-thinking, padahal hidup sesimpel lakukan dan kerjakan atau seperti jargon bapak Presiden Joko Widodo Kerja, Kerja, Kerja..”.
Odi saat itu masihlah anak muda yang menghabiskan waktunya untuk hal keduniaan, memikirkan bahwa kesuksesan di dunia adalah hal yang menjadi tujuan utama. Meskipun prakteknya, Odi bukanlah orang yang pintar seperti kebanyakan orang seusianya. Prestasi biasa saja, dalam dunia akademik pun ranking Odi disekolah hanya menempati posisi 20 besar. Tapi Odi banyak berpikir sisi lain selain akademis, dan memegang teguh prinsip change-maker doesn’t follow the crowd. Jika ia melihat teman-temannya menghabiskan waktunya untuk belajar dan belajar, Odi berfikir bahwa tidak melulu dengan belajar setiap hari dan mementingkan nilai akademis sebagai kunci dan akan memberikan dampak nyata kepada kehidupan khususnya masyarakat kedepannya.
Akhirnya kehidupan sekolah ia lalui, Odi mendapatkan nilai Ujian Nasional yang biasa-biasa saja, ditambah rata-rata nilai akademik yang juga biasa-biasa saja jika dijumlah. Pupus sudah bagi Odi harapan untuk masuk perguruan tinggi negeri, memang orientasi odi selama ini adalah hanya sekedar “yang penting bisa kuliah, dimana saja asal saya baik maka masa depannya juga akan baik hasilnya..” . Tapi semua itu berubah, ketika Odi sedikit banyak mengetahui dunia pergaulan dibalik beberapa universitas swasta. Dan apesnya universitas swasta yang Odi daftar saat ini diketahui dunia pergaulannya kurang baik. Duh, Odi seketika mengubah halauan prinsipnya menjadi “kuliah dimana saja yang penting lingkungannya baik dan bisa membantu membentuk karakter diri serta profesionalitas..” Itu juga mengubah halauan Odi untuk mengejar masuk ke universitas negeri. Akhirnya segala ujian ia lakukan mulai dari jalur SBMPTN maupun mandiri. Dan alhamdulillah bisa lolos di jalur mandiri meskipun di pilihan terakhir.
Memasuki masa kehidupan kampus, Odi pernah berjanji untuk masuk pesantren terlebih dahulu kepada sang ibu jika tidak bisa lolos di perguruan tinggi negeri. Itu karena selain biaya yang dibutuhkan untuk masuk universitas swasta tidak sedikit, Ibu juga ingin Odi bisa menjadi tahfidz Qur’an. Tetapi Odi berbeda pendapat dengan sang Ibu, ia takut jika meninggalkan pendidikan kuliahnya selama setahun, maka ilmu yang dipelajarinya selama ini akan sia-sia saja. Oleh karena itu, Odi, Ibu dan Ayah mengambil keputusan jalan tengah antara keduanya, yaitu bagaimana Odi bisa kuliah tapi juga tidak ketinggalan ilmu agama yang mumpuni untuk bekal menjaga pergaulan yang mana masa kuliah memiliki pergaulan yang dapat dikatakan keras.
Melalui rekomendasi kerabat-kerabat, ditemukan sebuah asrama mahasiswa. Mulanya, asing bagi Odi untuk menjalani hidup yang berbeda dengan temannya yang lain. Karena sudah terbiasa dengan kehidupan yang serba santai, maka Odi sedikit keteteran. Banyak hal yang Odi pelajari saat tiba di asrama, disiplin waktu utamanya. Odi harus bisa mengatur waktu antara mengaji dan kuliah, ia tidak memiliki banyak waktu untuk sekedar nongkrong dengan teman-temannya. Berbeda dengan masa SMA dimana kesehariannya dihabiskan untuk nongkrong dari sepulang sekolah hingga malam.
Banyak hal yang berubah pada diri Odi, ia merasakan dirinya lebih berkembang saat ini. Karena terus ditempa, hingga akhirnya terbentuk. Kepribadiannya terus berkembang, akhirnya ia sadar bahwa semakin banyak benturan atau tempaan yang menimpa pada seseorang, hal itu harus diterima dengan hati yang luas. Karena hasilnya pun sangat baik, belajar dan terus belajar sehingga menjadi diri yang terbentuk. Tidak serta merta mengabaikan tantangan yang dihadapi.

Semua itu tidak sia-sia, Odi berhasil lulus dengan predikat cumlaude. Banyak yang tidak menyangka akan hal itu, Odi yang terlihat seperti mahasiswa yang malas dengan alur hidup kuliah – pulang, kuliah – pulang. Sukses pula ia menjadi orang yang faham dalam ilmu agama. Bahkan, ia pun langsung direkrut oleh perusahaan multinasional dengan gaji yang tinggi. Tentunya semua itu tidak didapatkan dengan jalan yang mulus, harus melewati jutaan rintangan agar menjadi Odi yang seperti sekarang ini.
Setelah masa kuliah, datanglah dunia karir yang tentunya jauh lebih kompleks dengan banyaknya masalah yang dihadapi. Saat itu, Odi memutuskan untuk membeli sebuah rumah tak jauh dari lokasi tempat ia bekerja, yang nantinya rumah itu akan ia gunakan sebagai tempat penampungan beberapa anak yatim piatu. Anak yang tinggal dirumah tersebut bukanlah sembarang anak, karena Odi dengan selektif memilih sekiranya anak yang memiliki semangat dan hati yang baik untuk ditampung olehnya. Nantinya anak tersebut akan berusaha dibentuk dan difasilitasi oleh Odi, baik dalam dunia pendidikan maupun spiritual. Baginya, membentuk beberapa anak jauh lebih efektif dibanding berusaha membimbing ratusan bahkan ribuan anak yang memang tidak memiliki naluri untuk hidup yang lebih baik sehingga berdampak pada kemajuan sumber daya manusia di negara ini.
Memiliki anak asuh adalah salah satu cita-cita Odi sejak dahulu kala. Terkadang ia merasa iba melihat anak-anak yang terus menerus bekerja tanpa memiliki bekal ilmu pengetahuan yang mencukupi, padahal mereka memiliki semangat untuk dapat meraih kehidupan yang lebih layak. Salah satu caranya adalah dengan mendapatkan supply pendidikan yang layak pula.
Hari demi hari dilewati, anak asuh Odi semakin tumbuh dewasa. Beberapa memang ia adopsi ketika usianya masih 3 sampai 5 tahun dan beberapa ada juga yang berusia 10-12 tahun. Mereka memiliki usia yang berbeda, tetapi dapat hidup rukun berkat tangan dingin Odi. Prestasi mereka pun begitu cemerlang, juara lomba bahkan juara kelas mdapat mereka raih.
Odi banting tulang pagi hingga malam untuk membiayai mereka, karena uang yang dibutuhkan tidak sedikit. Bahkan terkadang ia perlu menghemat pengeluaran untuk dirinya sendiri agar stabilitas keuangan anak asuhnya terjaga. Hal ini yang membuat Odi lupa bahwa ia juga lelaki normal yang membutuhkan kasih sayang dari seorang istri. Hidupnya dihabiskan untuk menolong orang lain sehingga lupa akan kebutuhan batin diri sendiri. Odi berprinsip agar dapat mendahulukan kepentingan orang lain terlebih dahulu dibanding kepentingan dirinya sendiri.
Lalu muncul seorang wanita cantik bernama Ayu, dia adalah teman satu asrama dengan Odi ketika masa kuliah dulu. Ayu datang untuk menjadi donatur dalam rumah asuh yang dimiliki Odi. Ia mendapatkan info dari kawan-kawannya mengenai kondisi Odi saat ini. Dengan dalih menjadi donatur, ternyata Ayu sudah memiliki perasaan terhadap Odi sejak dahulu.

Cinta mereka bersemi saat itu, Ayu kerap datang menyambangi rumah asuh yang dimiliki Odi untuk sekedar menengok anak asuh mereka. Ayu adalah perempuan baik dan cerdas  serta memiliki hati dermawan. Hati Odi pun akhirnya luluh oleh wanita itu dan akhirnya sejak saat itu perasaan mereka terus berkembang hingga menikah.

Comments